Meniup Percakapan Panjang di Balik Kekacauan yang Indah


Pagi terakhir di kesempatan pertemuanku denganmu. Kutenteng koper merah jambu dan merengek dengan kesal. Bibirku masih ingin meniupkan beberapa kalimat panjang, juga badanku belum siap untuk dicabik-cabik kesepian. Kalau lima menit lagi aku tak bersama denganmu? Apa kamu akan merindukan aku? 

Aku masih ingin melingkarkan kedua lenganku di bahumu, juga mengacak-acak rambutmu hingga berantakan. Aku selalu menginginkan pelukan hangat yang menyelimutiku saat ketakutan tiba-tiba datang dan memarahiku. Aku ingin terus berada di depan dadamu. Menjadi seseorang yang mendengar dengan jelas degup yang setiap menit kusukai. 

Tapi pagi terakhir telah tiba dan kamu mengantarku ke tempat perpisahan paling tidak kusukai. Meskipun beberapa malam panjang telah kita habiskan, meskipun beberapa ciuman panjang telah kita lakukan, meskipun kedua tubuh kita melebur menjadi jutaan kalimat puisi yang utuh, meskipun demikian aku masih tetap ingin tinggal; dipelukanmu; setidaknya untuk selamanya. 

Kemarin malam, saat kita bertemu untuk kesekian kali dari waktu-waktu panjang yang kosong, kota ini terlalu abu-abu untuk dihabiskan di luar ruangan. Sepatuku takkan bisa mengikuti  ingin yang aku buat. Karena ada banya hal yang harus kulakukan bersamamu. Banyak sekali. Sampai lelah aku memikirkannya setiap hari. 

Tapi sepatuku hanya berhenti di pemberhentian bus antar kota, dan lalu-lalang orang berpisah. Aku ingin menangis tersedu saat lambaian tangan lagi-lagi kita lakukan. Aku benci lambaian tangan darimu, aku ingin kita takkan lagi melakukan itu suatu hari. 

Di kursi panjang bus kota yang pengap, aku menidurkan kepalaku dan menutup mata untuk merekam semua rindu yang kuterima. Aku benar-benar mengingat setiap hal-hal menyenangkan juga kekesalan karena kecerobohanmu, aku menjadikan pecahan waktu menggores bagian penting dalam kepalaku. Supaya setiap kali aku terlelap, hanya perihal kamu yang aku lihat. 

Setiap kali datang pertemuan di bulan-bulan berikutnya, kalimat panjang tak lagi mampu kutiupkan.  Mereka menguap dan merasuk ke tenggorokanku, beberapa diantaranya longsor saat aku terkejut melihat matamu. 

Dan punggung itu sayang, punggung yang amat kukenali bahkan ketika kau sedang berada dalam keramaian. Aku selalu bisa melihatmu dimana-mana. Di antara banyaknya orang-orang asing yang berlalu-lalang, di sana mataku hanya tertuju pada satu orang. Adalah kamu. Adalah satu-satunya yang ingin kuperhatikan. 

Dan aku lagi-lagi kembali tidur di antara kekosongan ruangan yang sedih. Melihat di antara langit-langit kamar dan ketiadaanmu di antaranya. Setiap kali aku menyentuh bibirku, ada bekas kasih sayang dan kekacauan yang indah disana. Aku hanya bisa menyimpannya untuk kekuatanku menunggu pertemuan kita berikutnya.


Wonogiri, 09 Februari 2023

Komentar

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu

Manusia Menyebalkan