Renungan di Sore Hari


Mungkin saat sore adalah waktu terbaik untuk merenungi semua kejadian yang sudah dilewati selama setengah hari. Juga beberapa kali juga terlintas rekaman-rekaman kejadian bertahun lalu. Banyak sebenarnya yang bisa dipelajari dari setiap haru birunya. Seperti ketika dulu aku gagal saat mengikuti lomba. Padahal aku merasa sudah memberikan yang terbaik. Atau ketika aku tidak mendapatkan nilai yang bagus saat SMP, padahal aku sudah belajar mati-matian. Saat itu, mungkin aku terus bilang kalau takdir sungguh tidak adil. Mengapa justru orang yang terlihat biasa saja yang mendapatkan hasil terbaik? Mengapa bukan aku? Aku kurang apa?

Begitu kira-kira sikap protesku pada semesta.

 

Rasanya, semua hal yang ada di bumi sudah tidak meyakinkan. Semua siklus terlihat tidak ada yang sesuai dengan apa yang aku perjuangkan sejak dulu. ternyata hidup juga lebih pahit dari kopi yang aku minum sore ini.

 

Tetapi, ternyata dari semua kejadian jatuh dan bangun itu, aku bertumbuh menjadi seseorang yang menghargai setiap perjalanan dan proses. Semakin lama, aku tersadar bahwa hasil dari kerja keras adalah proses itu sendiri. Terlepas dari banyaknya lika-liku dan tangis yang keluar setiap jengkal kejadiannya, aku masih dibiarkan hidup dan melakukan kegiatan setiap hari.

 

Aku lupa bahwa hidup kadang tidak melulu soal berapa banyak pencapaian. Tetapi tentang seberapa lama kita belajar, seberapa sering kita berproses, dan seberapa dewasa kita bisa memaknai setiap detiknya. Jatuh bangun, jatuh, bangun, jatuh, dan bangun lagi ternyata juga merupakan anugerah yang sering kita lalaikan. Merasa menajdi orang yang dijadikan anak tiri oleh takdir. Padahal, sedetik pun kita tidak pernah tahu, kejadian terbaik apa yang akan dipersiapkan di masa depan.

 

Pelan-pelan, kita akan paham sendiri. Bahwa di dunia ini ada sesuatu yang lebih penting dari sekedar gemerlapnya dunia yang kita kejar sejak dulu. Sebuah tujuan hidup yang sebenarnya tidak pernah sulit untuk ditemukan, tetapi sering dilupakan. Sebuah ketenangan yang sebenarnya selalu bisa digapai kapanpun tanpa harus terjungkal hebat dalam meraihnya.

 

Duduklah, beri sedikit spasi dari bundasnya luka yang senantiasa kamu gores berulang kali. Kamu butuh sembuh. Butuh tenang sebentar. Butuh obat supaya luka itu tidak melulu menyakiti dirimu sendiri. Ya, kamu butuh tuhan untuk tempatmu pulang.


Komentar

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu

Manusia Menyebalkan