Hidup ini memang menyebalkan, tapi aku harus tetap hidup



Kalau aku menulis soal kehidupan, mungkin konotasinya lebih seperti anak kecil yang sok tahu dan naif soal apa-apa yang udah terjadi dalam hidup. Tapi, minimal karena blog ini adalah rumahku, dan aku yang sudah hampir satu jam mengulik soal materi tapi masih saja kepikiran soal ini, mungkin ada baiknya aku menuangkan segala amarahku di sini. Entah, ada yang membaca atau tidak, aku tidak peduli. 
Mungkin sebagai anak muda yang katanya masih belum tahu apa-apa soal hidup, aku tentu menuai banyak sekali sudut pandang lain yang lebih 'dewasa' dan lebih 'mengerti'. Bahkan, aku juga tidak tahu kenapa sebegitu pentingnya aku memikirkan hidup sampai membuatku harus repot-repot menghabiskan beberapa menit waktuku di blog ini. Tapi ini benar-benar menggangguku. 

Untuk bahasa sebagai anak muda yang tidak tahu apa-apa, tentu aku sering berbuat suatu kesalahan. Membuat kebohongan kecil, melupakan sesuatu, atau ingin mencari tahu akan sesuatu. 

ah, sampai paragraf ini aku sudah malas ingin menulis soal bagian ini. 
Intinya begini, sayang. 
21 tahun, dan hal yang paling menyakitkan adalah ketika kamu tahu, bahwa kamu diperlakukan tidak adil hanya karena kamu terlahir di keluarga yang miskin. Kenapa begitu? Ya memang begitulah hidup. 

Ada banyak kejadian yang pahit beberapa waktu aku hidup sebagai keturunan homo sapiens, tapi memang yang paling menyedihkan adalah bagian itu. Persetan soal motivasi, kepintaran, atau impian-impian besar yang sedikit demi sedikit diramu dan ditenun dengan rapih. Akan ada faktor eksternal di situ yang kadang membuat aku merasa begitu sedih, kenapa harus gara-gara uang aku nggak bisa melakukan itu. 

Beberapa waktu lalu, aku bertemu dengan seorang keluarga yang anaknya lulusan S3 di Jerman. Dari semua yang diceritakan tentu membuatku terpana dan yaaa... keren. Dia bilang, dia mulai dari bawah, dari keluarga yang tidak mampu. Tapi, karena kerja keras, akhirnya bisa menjadi sekarang. 

Wait, setidak mampu apakah seorang lulusan arsitek di zaman itu? Semiskin apa orang dengan orangtua yang kaya dari lahir? Semiskin apa orangtua yang bisa menyekolahkan anaknya sampai S3 di Jerman dengan biaya sendiri itu? Punya mobil di zaman itu? Apakah dia pernah membuat sarapan pagi untuk anaknya dengan lauk dari minyak jelantah? Atau makan serangga yang digoreng saat musim penghujan? Apa harus menempuh puluhan kilo hanya untuk sekolah? Tidak bisa sekolah karena tanah longsor? Berdesakan dengan orang-orang dengan keringat bau menyengat di dalam bis selama 8 jam untuk menempuh pendidikan? nasib baik kalau tidak ada yang muntah berkali-kali, atau tidak kebagihan tempat duduk dan harus berdiri berjam-jam sambil menunggu ada penumpang lain yang keluar. Apa pernah dia menjadi pembatu untuk bisa bayar uang kuliah? Menyambi kerja sampai hampir bunuh diri berkali-kali? Tetap melanjutkan kuliah di jurusan yang bahkan  tidak tahu apa tujuannya setelah lulus, nggak bisa pindah karena memang tidak punya uang. Atau pernah merasa miskin sampai membayar biaya pendaftaran kuliah saja harus mengemis ke orang lain? Kalau aku boleh berkata kasar, mungkin kata "Jangkrik" sudah selalu melekat di dalam hatiku. 

Tapi ya begitu, belum genap dua minggu, aku sudah ditampar oleh orang-orang yang katanya pinter cari uang. (Orang yang bilang begitu, bapaknya DPR dan Bos besar). Dibilang miskin, tidak punya uang, bahkan beberapa ada laki-laki gila yang tiba-tiba marah dan bilang kalau memang aku cocoknya dengan orang miskin. Ya, memang betul. Kalau aku miskin terus kenapa? Apa aku perlu bikin spanduk sebesar dunia supaya orang lain tahu kalau aku miskin dan harus bekerja keras setiap hari?

Belum lagi,perlakuan yang tidak mengenakkan, mencaci maki dengan kata-kata kasar, yang bahkan aku sendiri juga kaget kata-kata seperti itu kok bisa muncul dari orang tua yang keluarganya pendidikan. Oke, tidak masalah jika memang itu sudah karakter dia, tapi mengapa perlakuan ke orang lain yang sama-sama salah ini berbeda? Mengapa dengan tingkat ekonomi itu, ada semacam tembok besar yang membatasi perilaku itu? Dan lucunya lagi, mengolok-olok dengan ditambahi bumbu-bumbu fitnah yang menyakitkan. Atau ditambah opsi yang jauh lebih tidak masuk akal dan terkesan seperti anak kecil. Duh, tuhan... umur orang sudah lama di dunia ini memang berbeda-beda, tapi kenapa ada banyak orang yang sudah berumur banyak tapi belum juga menegerti cara memanusiakan orang lain? 

Aw, sudah seperti sinetron saja, dan aku hanya disuruh bersabar karena aku orang miskin, uangku tidak bisa membuat dia menutup mulut. Begitu kata temanku yang sudah lama kenal dia. 

Ya, tidak mengapa sih. Kalau dipikir ya, tahu apa aku soal hidup. 

*gambar diambil dari pinterest

Komentar

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu

Manusia Menyebalkan