Dialog Antara Tuhan dan Seorang Pencuri Senyuman



Suasana menulisnya sudah pas. Hanya ada hal yang mengganjal di pikiranku. 

Senyum itu. 

Hal paling konyol yang pernah kulihat sepanjang hayat. Aku diam-diam membawanya lari dan kusimpan rapat di saku bajuku. Tuhan, aku sangat menyukai senyuman itu. Boleh tidak jika kulihat setiap hari? Aku ingin. Aku ingin memilikinya. Aku ingin senyuman itu terus berada di dekat retina mataku. Lalu aku terbius oleh zat adiktif yang menjalar melalui udara. 

Boleh tidak kalau aku saja yang bisa melihatnya? Boleh tidak jika orang lain kumarahi jika berusaha melihat senyuman itu? 

Sudah kutebak, tuhan tidak menciptakan manusia hanya untuk tersenyum pada satu orang. Tapi tuhan bisa membuat satu senyuman menjadi debar tak berkesudahan. Adakah dalam sejarah mencatat orang yang wafat karena terlalu jatuh cinta pada senyuman?

Aku tidak peduli dan terus membawa senyuman itu lari. Aku jatuh cinta, tuhan! Aku jatuh cinta! Aku ingin memiliki senyuman itu sampai selamanya. 

Tuhan, aku ini tidak membawa banyak senyuman lo. Hanya satu. Kenapa begitu serius aparat negara beserta jajarannya mengekoriku hingga pulau seberang? Apa senyum ini juga membuat mereka jatuh cinta juga? 

Tapi tentu saja, seperti perempuan pencemburu pada umumnya. Hatiku dongkol memikirkan bagaimana orang-orang mengejarku yang sedang berlari membawa senyuman kesukaanku. Dengarlah, hatiku berdebar kencang membuatku melayang terbang dan menapaki satu persatu awan berwarna jingga. Aku benar-benar menggenggam senyum itu. Senyum yang paling kusukai seumur hidupku. Dan aku tak pernah ingin membagi atau bahkan memperlihatkannya kepada siapapun. 

Senyuman yang ada di genggamanku ini, memiliki sudut yang sangat misterius dan indah. Aku tidak tahan jika harus memandangnya lebih dari 10 detik. Seperti mau mati rasanya. Hatiku penuh dengan perasaan bahagia. Bahagia yang tidak pernah bisa kuterjemahkan melalui kalimat-kalimat yang biasa.

Tuhan, boleh tidak jika aku berlari menuju kuil yang tinggi di seberang lautan sana? Aku ingin tinggal dan menjadi asing dari dunia yang berisik ini. Aku ingin membawa senyuman ini pergi dan manjalani kehidupan seperti para petani kubis dan brokoli. Sesekali aku akan menanam buah segar dan membuat taman bunga mawar kesukaanku. Aku akan taat beribadah dan mencintai bumi yang Engkau ciptakan, tapi aku ingin Kau bantu berlayar hingga seberang sana. Aku tidak pernah memohon kan? Nah, kali ini aku sedang benar-benar memohon kepada Engkau. 

Karena.. Karena perjalanan menuju tempat seperti itu selalu tak pernah mudah. Aku dan senyuman yang kusimpan di saku bajuku tak mungkin bisa sampai dengan selamat jika hanya mengikuti arah angin dan satu papan kayu yang terapung. Aku juga tidak berniat untuk masuk ke dalam sebuah gentong atau sejenisnya karena pasti cerita ini akan mirip episode awal One Piece. 

Aku benar-benar butuh bantuan-Mu Tuhan. 

Seperti dugaanku, kapal dengan ukuran sedang tiba-tiba muncul secara magis dari langit. Jatuh begitu saja sesuai permintaan. Aku bersorak kegirangan dan sujud syukur sembari menimang-nimang senyuman yang  juga ikut bahagia. 

Perjalanan berlayarku dengan senyuman membuatku semakin yakin bahwa memang benar lautan ini begitu panjang, dan luas, dan dalam, dan indah, dan menyeramkan, dan misterius, dan selalu menemukan kebebasan tersendiri. Aku meringis kemudian mulai memberitahu senyuman bahwa kita akan berlayar lebih cepat dengan kapal seperti ini. 

Namun, cepat bukan berarti tak pernah ada kendala. Tuhan  ternyata hanya membekaliku sebuah kapal dan tetap membiarkan orang lain melukaiku dan melukai senyuman kesukaanku. 

Aku diserang oleh kawanan ikan pemburu, juga hiu ganas, dan paus biru yang lapar. Aku menangis karena tak pernah bertarung di kehidupan sebelum ini. Aku hanya ingin hidup dengan tenang dan bebas, aku hanya ingin menikmati senyuman indah setiap hari. Tapi ikan besar nan jahat tak ingin aku hidup lama. Bersebab, dagingku adalah jenis daging kesukaannya. 

"Hei Ikan, kalau kau bersikeras ingin memakanku karena aku adalah daging kesukaanmu. Maka aku akan bersikeras lari dari sini karena di saku bajuku ada senyuman kesukaanku."

Bahasa manusia di zaman ini selalu mudah dimengerti oleh hewan maupun tumbuhan. Pertama, karena aku sedang berada di persilangan antara keajaiban dan waktu di sebuah kapal yang jatuh dari langit, kedua karena aku sering ngeyel kepada Tuhan. 

Aku terus membentangkan layar kapalku dan menerjang badai ombak yang tiba-tiba menghantam kapal. Sirip ikan besar hampir saja membuat kapal terbaik, tapi aku berhasil menghindari seraangannya. Pertarungan ini sudah berjalan selama 10 tahun hingga ikan-ikan bosan karena kegigihanku. 

Sampai aku berada di bibir pantai. Di sana, ada bangunan tinggi dan mercusuar terlihat. Juga seorang yang melambai-lambai ke arahku. 

Siapa dia?

Tentu aku segera turun dari kapal, dan menemuinya.

Iya, ternyata dia adalah orang tanpa senyuman. 

Orang yang bertahun-tahun menjaga pulau ini. Ia menanti seseorang dengan kapal dari tuhan yang akan membawa senyumannya kembali. Senyuman itu kini berada di saku bajuku. Katanya, kedatanganku ke pulau ini bisa membuatnya bisa tersenyum lagi. 

"Tapi aku mencurinya dari seseorang" kataku

"Tidak, dialah yang mencuri senyuman itu. Sejatinya, senyuman itu milikku."

"Benarkah?"

"Benar. Tapi sekarang senyuman itu menjadi milikmu juga."

"Kenapa?"

"Tak ada kata-kata yang bisa menjelaskan bagaimana seorang bisa jatuh cinta."

Aku tersipu. Senyuman itu berlari menuju wajah tanpa senyum dan kini mereka bersatu. Memang benar. Senyuman itu sangat sesuai jika berada di raut wajah penunggu pulau ini. 

Langkah kakinya kemudian mendekat, lenganku disentuh dengan lembut. 

Ia tersenyum, menatap mataku dengan dalam. Aku menelan ludah karena grogi. Bibirnya mendarat tepat di bibirku, dan kami membuat kapal dari tuhan tenggelam dimakan lautan yang ganas. Aku terjebak di pulau itu bersama senyuman dan pemilik senyuman itu. Aku juga sudah tak pernah protes kepada Tuhan. Aku benar-benar mabuk dalam ganasnya sebuah senyuman. 

Selesai.

*Gambar diambil dari pinterest

Komentar

Daftar Bacaan

Hal-hal yang mama tidak tahu

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Lelehan Es Krim di Tangan Anak Cengeng

Belajar menderita dari Levi Ackerman

Tulisan Aneh

Pertanyaan yang disimpan

Surat Tanpa Alamat