Menangis adalah bakat alamiku
"Kapan kamu sadar kalau kamu udah berjalan jauh selama ini?"
kataku, pada diriku sendiri saat melihat ke cermin.
"Beda banget ya aku sekarang"
"Jadi lebih hidup" Kataku lagi.
Perempuan umur 20 tahun di cermin itu hanya meniru apa yang kulakukan. Ya, hanya itu yang kulihat setiap hari. Wajah bulat yang mirip mama, juga banyak bekas jerawat yang mirip papa (kututup make up). Agak mellow kalau cerita soal ini.
Aku selalu bilang ke teman-teman kalau aku tidak pernah suka sama laki-laki duluan. Dari dulu, sampai sekarang aku selalu memilih laki-laki yang memang mau denganku. Selain karena mencintai sendirian itu merepotkan, sebenarnya aku juga tahu diri. Aku ini, kan jelek ya.. kalau tidak percaya, tanya saja sama guru kesenianku yang dulu nyuruh aku pindah ke barisan belakang karena aku jelek, hehe. Tanya sama guru kimia yang selalu bilang mukaku banyak jerawat, mana ada yang mau denganku, apalagi aku anak desa yang rumahnya pelosok, aw. Tanya sama mantanku yang selingkuh itu. Tanya sama teman SMP yang risih pas dia tahu aku suka dia wkwkkwk. Tanya sama temenku sebangku saat SMA yang selalu bilang "Kamu jelek banget sih jum" wkwkwk. Lucu banget kalau dipikir.
Sampai aku harus menghabiskan banyak tenaga buat bisa kelihatan cantik, aku harus banyak kerja sampingan disambi kuliah biar bisa punya duit dan beli make up. Tapi ya, mau bagaimana.. aku tetap jerawatan setiap bulan dan itu menyebalkan. Mungkin ini yang membuat aku suka sekali kalau Gilang bilang aku lucu, atau aku cantik. Mungkin ini juga yang bikin aku mau jadi pacarnya Gilang, meskipun cuma modal surat satu lembar yang ada di buku tebal hasilku merampok dia. Karena seumur hidup tidak pernah diberi surat meskipun berkali-kali aku mengirim surat ke banyak teman, haha. Aku juga jarang dibilang cantik (atau bahkan tidak pernah) oleh orangtuaku. Ya, karena bukan itu bahasa cinta mereka. Aku dulu selalu mengutuk diriku sendiri, Si Jelek berkacamata. Si Jelek yang cuma bisa ditinggal dan dibuang. Terlihat menyedihkan kalau dipikir, tapi aku merasa tidak keberatan dengan sebutan itu, dulu.
Dulu, aku pikir aku juga tidak punya bakat selain menangis. Gilang bilang aku tidak perlu alasan buat menangis. Ketika angin sepoi-sepoi dan dunia sedang baik-baik saja pun aku bisa langsung menangis kalau mau. Bahkan, sering aku menangis karena tokoh anime yang kusayangi meninggal. Kadang melihat kucing kelaparan juga menangis, upin ipin dibully fizi juga menangis, kambing disembelih saat idul adha juga menangis, saat ngalamun dan bosan aku juga biasanya nangis. Sangat berbakat ya aku ini. Sampai dulu mantanku bilang "Kamu itu kalau ada apa-apa jangan langsung nangis! Coba dewasa dikit dong Dek!" aku terkejut "Emang orang dewasa nggak boleh menangis?" si kampret itu diam. Mungkin dia nahan ambeien.
Lucu juga kalau dipikir lagi. Masa manusia bakat banget nangis. Mungkin saking kesalnya denganku, Gilang mau mengubah namaku menjadi "Lestiana Wulandari" karena menangis terus. Gimana tanggapan Lesti?
Lupakan soal menangis, aku jadi tahu bakatku. Bakatku selain menangis adalah menemani diriku sendiri. Aku ini, hobi banget ngomong sendiri dan bertengkar hebat dengan Shely yang lain. Agak ngeri, tapi ya begitulah. Mungkin ini akibat dari aku yang seorang anak tunggal ya. Mau bagaimana lagi? Mau ngobrol dengan siapa kalau bukan dengan diriku sendiri?
Pernah satu kali aku bertengkar dengan Gilang karena dia sedang sibuk membalas chat temannya, sedangkan aku cerita (yang menurutku agak serius dikit). Tapi dia sibuk sendiri. Aku marah karena ternyata teman ceritaku tidak menanggapi, aku sedih sekali saat itu, jadi aku menangis. Tapi, di sisi lain aku langsung sadar diri. Banyak hal yang manusia harus lakukan dan tidak ada hubungannya denganku. Banyak manusia di dunia ini, seperti ikan teri di lautan. Banyak kesibukan lain yang lebih serius. Aku tidak boleh egois dengan berharap orang lain akan selalu mendengarkan aku cerita tidak jelas begitu. Mulai saat itu, aku jadi mulai terbiasa ngoceh sendiri dan Gilang tidak mendengarkan. Ya, mau bagaimana lagi? Aku benci banget sepi soalnya.
Di rumah pun juga begitu. Sore, setiap jam 6 aku biasanya makan bersama papa dan mama. Aku selalu bercerita. Menceritakan semuaaa yang ada di otakku. Bahkan semut ataupun cicak yang lewat di pandanganku juga aku jadikan bahan cerita. Makanya, rumahku selalu ramai kalau aku pas makan. Aku cerita soal dosenku yang wajahnya mirip artis di sinetron, guruku yang mirip kakek kura-kura di dragon ball, keponakanku yang botak, cimon yang jarang pulang, juga es jeruk yang rasanya manis karena kebanyakan gula. Papa cuma mendengarkan, dan tertawa (entahlah dipaksakan apa tidak).
Ah, semua itu sudah berlalu dan aku juga terus berjalan setiap hari. Aku tidak merasa ada sesuatu yang membuatku tidak enak hati. Aku cukup nyaman dan bahagia dengan basa-basi tidak pentingku kepada orang lain. Ya, bagaimana lagi? Kalau di suruh diam terus, aku seringnya salah tingkah dan mudah bosan. Makanya aku begitu.
Lucu-lucu dunia ini. Tapi akhirnya aku jadi Shely yang kayak sekarang. Biasa saja. Masih sering nangis dan suka makan jeruk. Bedanya, aku sekarang punya hobi baru mengoleksi warna lipstik dan menghilangkan eyeliner. Tidak masalah, aku masih bisa beli lagi nanti. Aku akan lebih bekerja keras meskipun aku tidak pinter-pinter banget. Dua tangan kecilku ini bisa bikin apapun yang kubuat jadi lebih indah (setidaknya buat diriku sendiri). Kakiku yang kadang gemuk dan tiba-tiba kurus ini bisa bawa aku ke banyak tempat.
Kalau pada akhirnya nanti aku jadi orang biasa aja.Tidak apa. Kalau pada akhirnya aku kehilangan beberapa hal yang penting di hidupku, tidak apa. Toh dulu juga banyak hal yang kulewati, perasaan sedih dan hari-hari buruk. Tapi aku masih bisa makan cimory sekarang. Tulisan tidak jelas ya.. yah, namanya juga ocehan anak kecil sambil menunggu adzan maghrib.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak di sini yuk!