Hukuman Sebuah Lupa
Mungkin ada seseorang yang aku sakiti tapi aku lupa, mungkin ada sebuah janji yang belum ku tepati tapi aku lupa, mungkin ada masa lalu yang menyakitkan tapi aku lupa, mungkin ada seseorang yang menyakitiku tapi aku lupa.
Aku tidak tahu, kejadian apa yang membuat beberapa hari ini terasa sakit.
Sukar menangis, padahal dadaku sesak luar biasa. Tanpa sebab yang jelas, aku merasa sakit hati.
Terlebih ketika kemarin menjelang ashar hujan deras. Banyak sekali rintik hujan yang jatuh, sebanyak itu sakitku menjadi keluh.
Kenapa?
Apa ada yang salah?
Aku kenapa?
Kataku pada diri sendiri.
Aku buka Alqur'an random dan ku baca artinya, aku malah menemukan ayat² yang menceritakan orang-orang kafir. Aku justru menemukan ayat yang menceritakan kaum nabi nuh, kaum nabi luth, kaum fir'aun. Ku buka lagi aku malah menemukan peringatan hari kiamat. Aku buka lagi, aku menemukan ayat yang menceritakan hari pembalasan.
Hatiku semakin sakit. Pedih. Apa iya dosaku sebanyak itu sampai aku tak menemukan jawaban tetapi malah menemukan peringatan.
Ya, namanya juga random... Tetapi, mau bagaimana lagi?
Aku menangis, tapi tidak bisa menangis. Menyiksa sekali ternyata. Hatiku seperti sedang mencabik-cabik bagiannya sendiri.
Aku mengaduh. Ya Allah, sakit sekali... Kenapa?
Akhirnya, aku menceritakan ini ke temanku dan dibalas dengan pesan seperti ini. "Shel, semua surat dalam Al Quran itu bagus. Semua surat dalam Al Quran itu perkataan Allah, nggak ada yang buruk. Ini yang harus dipahami terlebih dahulu.
Kenapa sih Allah mengisahkan cerita-cerita yang demikian di dalam Al Quran?
Supaya manusia mau belajar, Shel. Kalau keinget dosa, wajar. Tapi keinget lah seperlunya, jangan keinget tapi malah menghambat kita. Orang baik punya masa lalu shel, dan yang nggak baik pun punya masa depan. Kalaupun di masa lalu, hal-hal berjalan tidak sesuai dengan keinginan kita, masa depan kita masih bersih." itu katanya.
"Kadang yang bikin berat hati tuh selain kita ngelakuin dosa ke Allah, kita juga ngelakuin dosa ke manusia shel. Dan aku pernah denger di kajian, urusan sama manusia juga cuma bisa diselesain dengan manusianya langsung. Coba minta maaf ke orangtua, ke temen, ke siapapun yang entah mungkin secara nggak langsung ataupun langsung tersakiti sama ucapan/perbuatan kita."
Aku diam. Rasanya dadaku terus tercabik-cabik. Tetapi aku tidak bisa menangis. Aku bingung. Ya Allah, apa aku sudah kehilangan emosi?
"shel, jangan nyerah ya"
Tulisnya lagi.
Aku memandang tulisan itu dengan nanar.
"Semua manusia itu pasti berdosa, tapi Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Gapapa shel, its ok to be not ok. Bukannya tiap detik dalam hidup manusia memang ujian? Jangan mau terhasut setan kalau kamu itu udah kebanyakan dosa
Setan bakalan terus menjerumuskan manusia ke pemikiran demikian, terus membuat manusia ngerasa ga pantes tobat. Jangan sampai, Shel. Kalahkan setan..
Iya, kita mengakui kalau kita berdosa, kita mengakui kalau tanpa Allah kita bukan apa-apa, yaudah yang bisa kita lakukan adalah berusaha sebaik-baiknya buat kembali ke jalan-Nya.."
Alhamdulillah.
Aku saat itu menangis di pangkuan temanku. Sesenggukan. Berusaha mengeluarkan rasa sakit itu lewat air mata.
Aku kira air mataku sudah habis, sampai-sampai aku tidak bisa menangis lagi. Aku kira mentalku sudah lelah kupaksakan bertahan. Aku kira aku sudah hampir gila karena terus menerus memaksakan diri. Tetapi, masyaallah.
Allah menghadirkan setiap manusia dalam hidup manusia lain untuk belajar. Dalam segala hal yang kadang membuat hati merasakan sakit, Allah masih menghadirkan salah satu hamba terhebatnya sebagai perantara.
"It's okay not to be okay"
Sebuah kalimat yang selalu aku gunakan untuk menenangkan diri sendiri.
Aku tahu. Bahwa semua hal yang dulu menjadi semangat buat aku menggapai sesuatu ternyata tak lain hanya menyakiti diriku sendiri. Pencapaianku yang sudah habis mati kuperjuangkan beberapa tahun lalu ternyata berbekas luka sedalam ini.
Apa aku trauma?
Tanyaku dalam hati.
Sebuah tanya yang hingga sekarang belum kutemukan jawabannya. Aku tidak tahu, mengapa Allah menghadirkan luka yang tak kasap mata seperti saat ini? Mengapa aku justru melukai diriku sendiri?
Otakku kupaksa untuk bisa melakukan sesuatu. Semua hal yang kulakukan untuk membuatku sama seperti teman-teman ternyata melukai psikisku. Aku ingin benar-benar normal kembali.
Hatiku. Perasaanku.
Aku ingin sembuh ya Allah..
Semua hal kulakukan. Hingga aku benar-benar merasakan tenang di dalamnya.
Jujur. Aku tak pernah bisa lepas dari alqur'an dan tasdiq karena aku takut menjadi gila.
Aku takut sekali.
Aku takut jika tiba-tiba aku hilang kendali.
Ini bukan lelucon. Aku menulisnya murni dari dalam hati.
Masalah sebenarnya tidak ada.
Tetapi hatiku belum ikhlas. Belum ikhlas dalam perihal apa aku juga tidak tahu. Aku bahkan sudah lupa dengan masa lalu.
Tetapi mengapa? Hatiku terus tercabik. Nafasku tersengal ketika melihat hujan.
Alih-alih aku bisa menangis keras. Air mata saja sukar jatuh.
Benar mungkin.
Seseorang ditakdirkan dengan porsinya masing-masing. Dan untuk sekarang. Aku benci semua harapan-harapan.
Aku hanya ingin sembuh dan bahagia seperti dulu.
Aku tidak ingin seperti ini. Aku ingin kayak dulu lagi.
Kalau aku kembali. Aku janji tidak terlalu overthingking dengan apapun. Aku akan berusaha untuk menyayangi diriku sendiri. Aku tidak akan terlalu ambisius dan memaksakan ini itu.
Aku akan lebih bisa menerima. Aku akan banyak bersyukur.
Ya Allah.
Aku hanya bisa menghela nafas.
Menatap wajahku sendiri di cermin.
Sambil menatap raut yang redup itu.
"Shel, kamu kenapa? "
Kataku pada diriku sendiri.
Mungkin benar kata rini. Dibalik banyaknya kenyataan yang sukar kutelan, mungkin ada sesuatu dosa yang aku lupa. Mungkin aku menyakiti seseorang tanpa sengaja.
Ketika badanku mulai bereaksi untuk ingat, pikiranku sudah terhapus memorinya.
Aku lupa.
Sipp
BalasHapus