Dua Orang Manusia yang Bernama Kita
Kita ada sepasang tanda tanya tanpa mengapa. Sebuah rambu-rambu yang tak mampu menunjukkan titik temu. Kita adalah segaris warna abu-abu. Entah hitam, entah putih. Kita adalah sebuah kata yang tak paham maksudnya. Sebuah diksi yang hanya mampu diterjemahkan oleh diri sendiri. Kita adalah sesosok manusia yang banyak bicara, tetapi tak mampu untuk saling bertanya. Kita terjebak pada kata semoga. Sebuah kata paling lemah saat dua manusia dihadapkan pada ketidakmampuan dalam berbuat apa-apa. Kita saling menutup rasa ingin tahu, saling memenggal tanda tanya baru. Saling memberi titik pada kalimat tanya. Memberi tanda miring pada sebuah ungkapan kita bukan siapa-siapa. Dua orang manusia yang bernama kita adalah wujud dari ketidakberdayaan pada dunia. Sebuah perumpamaan pahit dari takdir. Dua potong manusia yang sedang menunggu waktu. Entah kapan. Entah akan tiba atau tidak waktu itu. Entah berakhir dengan kalimat apa nantinya. Tidak ada masa yang terlalu lama ...