Sebuah Ungkapan Kekesalan dari Calon Mahasiswa
Aku tidak pernah memaksa apakah aku harus menjadi ini, kemudian bekerja disini, menikah dengan ini, hidup seperti ini, dan mati dengan cara seperti ini.
Aku tidak pernah memaksa bagaimana aku hidup dengan pilihan-pilihan dan deretan resiko-resiko lainnya. Sejujurnya, aku juga tidak memaksa untuk aku berada di posisi ini sebelumnya.
Aku tak pernah peduli dengan sesuatu yang ada dibelakang. Deretan-deretan tanggapan yang membumbui setiap pilihan yang kubuat. Ketika aku memilih A, disana banyak yang beradu argumen, ada yang mengumpat habis-habisan pun adapula yang bertepuk tangan bahagia. Semuanya selalu saja begitu. Tapi, bukankah kita tidak bisa menyamarakatan setiap kepala? Bagaimana bisa kita mengikuti setiap keinginan oranglain? Sedangkan setiap orang memiliki keinginan masing-masing? Bagaimana cara kita berusaha membuat mereka terpesona? Sedangkan level keindahan yang dimiliki seseorang berbeda-beda.
Aku tekankan pada menjadi diri sendiri adalah posisi paling aman. Entah itu ada yang suka, pun ada yang benci, tak masalah bukan.
Meskipun prestasi yang diraih hingga setinggi langit, tentu masih saja ada yang menganggapnya rendah.
Tak masalah.
Begitu juga dengan pilihan kita.
Banyak yang menyela "Mau jadi apa kamu kuliah disitu?"
hey!!! bukankah menjadi siapapun itu bukan hak kita untuk memonopoli takdir? Hebat sekali. Bagaimana mungkin oranglain mampu menyetir dengan baik diri kita? Padahal, itu adalah pilihan paling tepat yang kita buat. Tentu saja banyak yang tidak setuju. Tetapi, selagi kita yakin bahwa rezeki, hidup, dan mati adalah milik Allah.. Bukankah itu terlihat lebih sederhana?
Aku juga terheran melihat begitu banyak yang khawatir "Kalau disana, kamu bakalan pengangguran bagaimana? "
Bukankah manusia dari lahir sudah diatur rezekinya? Bukankah semua itu sudah menjadi urusan Allah. Sejak kapan omongan orang menjadi tolak ukur dalam melangkah? Sejak kapan rasa khawatir menjelma menjadi tuhan?
Bukankah ilmu itu tidak ada yang tidak berguna? Aku jamin, serendah apapun ilmu dimata manusia.. Pasti memiliki peran yang sama besarnya di kehidupan ini. Bukankah kita sudah diberitahu kalau Allah menciptakan segala sesuatu itu tidak ada yang sia-sia.
Ukuran otak manusia juga sama. Tidak ada yang lebih buueeesar... Pun juga keciiiil. Semuanya sama. Tinggal bagaimana cara kita mengasahnya. Bagaimana cara kita memasukkan sesuatu di dalamnya. Juga tentang bagaimana cara kita melatih setiap kelebihan yang diberikan melalui otak tersebut.
Hey! Bukankah kita di dunia juga hanya bisa melakukan beberapa hal saja? Kita tidak perlu melakukan semuanya. Cukup di bidang yang kita mampu kemudian mengoptimalkannya untuk membantu sesama.
Ketika kamu diremehkan. "Kenapa engga masuk kedokteran saja? "
Mari beranalogi dengan sederhana.
Apabila seluruh manusia menjadi dokter? Lalu siapa yang menggantikan peran sebagai pengatyr lalu lintas? Siapa yang mengajar di sekolah? Siapa yang berdagang? Siapa yang memimpin bisnis besar? Siapa yang mengendarai kereta api? Yang menerbangkan pesawat terbang? Siapa yang menanam benih padi? Siapa yang memakan ternak? Siapa yang merancang gedung? Siapa yang memasak di restoran terkenal? Siapa yang menjadi penyiar? Siapa yang melestarikan kesenian di indonesia? Apakah semuanya dokter? BUKAN!
Bayangkan kalau semua orang menjadi dokter. Apa dunia ini akan bekerja dengan baik? Apa padi mampu menjadi nasi yang kemudian kita makan? Apa buku tentang percintaan akan lahir di dunia ini? Kita akan tahu jawabannya.
Karena kita dilahirkan tidak untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan kemauan oranglain.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak di sini yuk!