Lelehan Es Krim di Tangan Anak Cengeng
Di banyak tempat, di beberapa kejadian penting yang aku alami, di ratusan orang yang kutemui, kusukai, kutangisi kepergiannya, kurindui kalau tidak ada, dan kusayangi, aku menemukan diriku sendiri nyengir sambil memegang es krim stroberi meleleh di tanganku. Seseorang yang selalu merasakan ketakutan parah di setiap jam 12 malam. Melalui hal-hal yang tidak tahu harus diapakan perasaannya. Rasanya tidak akan pernah cukup untuk senyuman manis-manis dan ungkapan sayang-sayang itu menyelimutinya. Lalu, apakah semua orang harus menemaninya tidur di sebuah alun-alun? Berjejer dan menyayanginya sambil menceritakan dongeng-dongeng bodoh dan lucu-lucu?
Aku teringat saat aku masih hidup di Tembalang, saat berjalan di gang kecil di daerah Perumda, aku tiba-tiba punya pikiran untuk menjadi kaya dan memonopoli hidup semua orang. Semua yang kusayangi berada di satu tempat yang sama, menyayangiku. Tidak ada yang boleh pergi meskipun ada orang yang lebih mereka sayangi dibandingkan aku. Lalu, mereka akan mengajakku makan enak dan mengobrol sampai larut malam. Kami akan tidur di ruangan yang sama, suasananya ramai tapi tidak berisik. Mama memarahiku, tetapi kemudian kami akan tersenyum nakal dan terlelap di balik selimut.
Tidak pernah pagi. Jujur aku tidak terlalu menyukai pagi hari sebenarnya. Itu salah satu alasan aku malas diajak joging. Juga mungkin alasan kematianku suatu hari. Ketidaksukaanku mungkin ada alasan, tetapi aku lupa. Aku tidak berbohong kalau aku sering kehilangan memori di otakku. Aku benar-benar lupa. Tapi kupikir itu bukan suatu hal penting yang seharusnya kuceritakan ke orang lain.
Ada kesedihan yang begitu dalam saat aku ditinggalkan. Ditinggalkan ke pasar, ditinggalkan kucing, ditinggal pulang, ditinggal kerja, ditinggal main sama teman, ditinggal resign, ditinggal menikah. Dan banyak hal-hal menyebalkan lainnya. Aku sungguh membenci kosa-kata itu. Tapi, begitulah kehidupan, katanya. Orang-orang bepergian dengan tujuannya sendiri-sendiri karena mereka punya kehidupan. Aku juga punya, dan aku tahu itu pasti terjadi. Aku juga tahu, hal konyol itu akan membuatku tampak tidak dewasa jika terus-menerus mempertanyakan sesuatu yang sudah tahu jawabannya apa. Tapi aku selalu ingin bertanya dan menangisi hal itu. Aku tidak pernah mengizinkan diriku menahan sesuatu jika sendirian, aku memang terlalu memanjakan diriku sendiri atas banyak hal yang sudah kulalui. Aku sangat menyayanginya sampai aku takut jika suatu hari ia bersama orang yang tidak sebesar aku kasih sayangnya.
Di pertanyaan panjang dan rasa tolol itu, aku sempat memiliki banyak catatan hidup, juga buku-buku tidak penting. Mendapati begitu sering aku berubah pikiran dan menjadi orang dengan kepribadian yang berbeda-beda. Seolah aku ingin mencicipi satu-persatu, bagaimana rasanya jika menjadi orang seperti ini... Lalu menjadi orang seperti itu.
Tapi bagaimana caraku bisa menyampaikan betapa aku menyayangi orang-orang itu tanpa menimbulkan perasaan aneh dan rasa tidak nyaman? Aku tidak tahu, bahkan mungkin aku tidak terlalu hadir di banyak hal, dan uangku tidak cukup untuk membawa mereka ke tempat bagus dan membelikan makanan enak. Aku selalu ingin kaya dan membalas semua ketidakbisaanku akan sesuatu. Juga ingin membayar ayah ibuku agar mereka tidak meninggalkanku di masa kecil, lalu menyaksikan aku pernah hampir mati di sungai karena tenggelam. Aku ingin menjadi anak kecil demam yang dielus-elus kepalanya dan diselimuti sambil dicium-cium. Begitu inginnya aku demam pada saat itu, sampai aku sengaja hujan-hujanan dan berdoa disamber gledek supaya agak gosong dikit dan ayah akan memelukku sambil menangis. Ah itu mungkin terlalu dramatis dan terlalu dekat dengan kematian.
Lalu begitu pada akhirnya aku menjadi bocah 24 tahun yang makan es krim meleleh. Aku tidak tahu banyak hal. Banyak yang aku tidak tahu. Banyak sekali. Aku ingin diberi tahu baik-baik, tanpa harus melibatkan rasa sedih dan kecewaku. Aku ingin diberi tahu bagaimana cara bertamu, bagaimana cara merelakan orang lain, bagaimana cara mengabaikan hal buruk, bagaimana cara tidak berlarut dalam sedih, bagaimana cara memandikan kucing, bagaimana cara memaafkan orang lain, bagaimana cara membuat kue bolu supaya tidak gosong, seperti halnya ayah mengajariku bagaimana cara menali sepatu supaya aku tidak jatuh.
Dan begitulah...
Perasaan itu mungkin akan terus mengajariku tentang banyak "Bagaimana" di dunia ini. Yang aku bisa hanya berimajinasi yang seram-seram dan diselamatkan. Menyenangkan sekali rasanya menjadi orang yang bisa berimajinasi. Sedikit lega karena meskipun badanku hanya hidup di kamar kos yang sempit, pikiranku bisa kemana-mana.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak di sini yuk!