Aku mau mandi
Tulisan ini kemudian berceceran di atap kamarku. Siapa yang akan membaca kecuali orang yang bangun tidur kemudian mengerti. Bahwa dunia sudah tidak cukup meyakinkan, bahwa sudah tidak lagi ada yang spesial atas diriku dibanding dengan manusia yang aku temui sepanjang jalan.
"Aku cuma begini" Ucapku berulang-ulang. Seolah ada yang mendesakku memiliki lebih. Membuat sekian telinga muak dengan kata-kata penuh derita dan masalah yang itu-itu saja.
Memang. Memang lebih mudah menangis daripada berusaha mencari jalan. Lebih mudah menyesal daripada berpikir berkali-kali. Tapi, dari banyaknya jarum-jarum karatan yang terbang dan menusuk dadaku, aku lebih suka kalau kamu yang melakukannya. Kamu tahu maksudku kan? Hahaha.
Banyak hal yang kusukai di dunia ini. Makanan, kucing, coklat, buku, kamu, kamu versi A, kamu yang lucu-lucu, kamu rasa melon, kamu yang kutemui di mimpiku, kamu yang nyata, kamu yang ada di layar gawai, kamu yang menjelma jadi huruf, kamu yang membuatku kadang marah, kamu yang suka marah-marah (Apalagi saat aku berbuat tolol), dan kamu versi original (Menyebalkan seperti swiper).
Oh tidak, tulisan ini akan membuatku malu beberapa tahun lagi (mungkin). Tapi yasudah, kehidupan ini toh nantinya akan jadi bahan komedi. Oh iya, tiba-tiba aku teringat dengan Yogyakarta yang basah waktu itu, dan aku menggigil kedinginan, Tentu saja aku tidak peduli. Cita-citaku sejak SMA adalah pacaran di Malioboro, sehingga saat aku dinyatakan gagal menjadi mahasiswa Jogja, aku merasa terpuruk.
Kadang aku ingin merasakan getaran yang menyebalkan tapi asik seperti pertama kali bertemu dulu. Magelangan dari Indomie rendang, atau soto yang harus diberi perasan jeruk nipis (Kupikir jeruk nipis hanya berkontribusi untuk menghilangkan rasa amis di tangan, alias agak useless). Atau berjalan dengan banyak cerita, lupa dengan gawai, cuma melihat Jogja saja. Tapi kadang Jogja seperti bukan hanya milikku, tapi milik banyak orang. Tapi tidak mengapa. Katanya, orang dewasa selalu memahami itu. Tidak selalu dicintai dengan hal-hal seperti yang diinginkan.
Kamarku gelap. Lampunya mati. Entah konslet atau memang waktunya sudah harus diganti. Tahu tidak? Terkadang aku juga merasa berbicara dengan pemilik kosku memiliki hawa magis, lebih menyeramkan dari film horor yang paling laris sepanjang masa. Jadi, sengaja aku menunda memberitahu kalau kamarku lampunya mati, hatiku belum siap dicaci-maki.
Kemarin, tiba-tiba saja aku merasa bingung. Tapi sekarang aku lupa. Ah, jadi dewasa sering membuatku melupakan banyak hal. Kenapa akhir-akhir ini aku sering tidak nyambung berbincang dengan beberapa temanku ya? Kenapa aku ini? Padahal dulu, sebelum ini aku merasa enak saja bertukar informasi tidak penting ke mereka. Ah, sudah. Bukan sesuatu yang seharusnya kubicarakan di sini.
Aku mau mandi.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak di sini yuk!