Manusia Menyebalkan

Kadang aku berpikir, mengapa semua orang harus dipaksa merasa nggakpapa? Mengapa harus mengerti oranglain? Mengapa seolah punya standar kewajaran sendiri untuk hal-hal yang mungkin bisa menyakiti? 
Pertanyaan itu bukan muncul sendiri, tetapi bersebab karena banyak orang yang menyebalkan di dunia ini yang akhir-akhir ini kutemui. Maksudku, aku juga menyebalkan, tetapi bukan berarti aku seenaknya sama oranglain. Berbeda dengan beberapa kasus yang kualami beberapa waktu lalu, orang yang seenaknya sendiri, egois, tetapi suka mengatur hidup oranglain. Seolah hidupnya yang paling benar, seolah semua bisa dikendalikan oleh dia. 

Aku semakin khawatir, bagaimana jika nanti hidup di lingkungan yang seperti ini selamanya? Apa bisa aku bertahan?  Apa memang inilah dunia yang sebenarnya? Kenapa menyebalkan sekali? Dimana rasa toleransi yang diajarkan sejak SD? Kenapa semuanya kayak cuma teori? Kenapa harus ada orang jahat seperti itu sih di bumi? Kenapa nggak dirubah aja jadi monster gulali? 

Menjadi sensitif mungkin bukan pilihanku, dan aku harus berusaha normal dengan itu. Maksudku, aku harus lebih tahan serangan dari luar, atau ketika kata-kata muncul melewati telinga, aku harus pandai-pandai menangkisnya. Tetapi, memang kenyataan tidak semudah itu, rasanya sangat menyebalkan menjadi orang seperti ini. Memilih diam supaya orang tidak menganggap kita baperan. Padahal jelas-jelas yang seenaknya sendiri dia, kenapa harus kita yang harus mengerti? 

Bahkan semalam, aku sempat bertanya ke temanku. Kenapa semua orang nggak diciptakan dengan kekuatan yang sama rata saja? Biar mereka bisa saling mengerti? Biar nggakada yang harus menahan diri dan menutup luka sembunyi-sembunyi? 

Bab paling menyebalkan kedua adalah, mengapa kebanyakan yang orang dari spesies tersebut jumlahnya banyak sekali? Seolah menjadi populasi paling besar di bumi. Rasanya tidak adil, bumi jadi tempat hunian manusia tanpa perasaan. menjadikan diri mereka sebagai poros dari semuanya. Tetapi sialnya, aku juga tidak berani berkomentar. Atau beberapa kali, aku nerocos di dalam hati, tetapi tak pernah sampai di mulut. Kepalaku selalu mengatur mulutku supaya tidak terjadi kekisruhan yang semakin menjadi. Ah, hidup di masyarakat minim pendidikan ternyata seberat ini. 

Bagaimana cara bisa maju kalau kegiatan yang dilakukan hanya menggunjing oranglain? Menceritakan sisi buruk tetangga? Menjadi caper saat pejabat tiba? 

Apa dunia yang asli memang seperti ini? Seperti jauh dari kata adil. Orang-orang yang kutemui terasa tidak ada yang tulus. Kadang aku bertanya soal, mengapa dunia terlalu sempit? Mengapa tidak dibentuk dua saja? Mengapa kita diuji dengan banyak sekali manusia seperti ini? Ah, menyebalkan memang. 


Komentar

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu