Dear Diriku di Masa Depan


Kalau surat ini sampai pada anakmu Shel.  Entah berapa tahun nanti..  Aku hanya ingin memberitahu kalau hari ini kamu sedang kesal.  Karena hilang akal ingin jadi apa.  Tetapi,  meskipun orang bilang jadi penulis hanya persiapan untuk menjadi miskin, jangan berhenti mengabadikan dunia ini.  Jangan berhenti meski beberapa waktu lalu, dicaci semenyakitkan itu.  Pejabat yang berbudi luhur itu mungkin sudah terlalu capek mendengar basa-basi dunia.  Dia baik,  hanya saja kamu belum melihatnya sekarang.  Besarkan hatimu dan semua akan membaik.  Biar waktu yang jadi perban. 

Untuk anakmu,  aku ingin bicara sebentar.. 


Dik..  Sudah ratusan kali pemadaman listrik terjadi. Semenjak bajingan corona itu masuk ke permukiman warga,  ibumu ini sudah mengencangkan semua otot kepala.  Bagaimana cara melindungi masa depanmu?  Bagaimana biar bisa melahirkan kamu?  Bagaimana agar bisa terus menjadi ibu kebanggaanmu? Karena para brengsek itu menyerang semua orang.  Merebut nafas.  Merebut kebersamaan.  Merebut kehidupan.  Merebut kebahagiaan. Ya! tahun 2020 benar-benar selelah itu!


Di rumah nenekmu, menyala satu pijar lilin yang sudah seperempat mau habis.  Seluruh dunia sudah terang tapi tidak di rumah ini dik..  Rumah ibumu juga hanya sehangan telapak tangan,  lantainya hanya cukup untuk berdiri lima orang.  


Bantuan kemanusiaan justru semakin tidak memanusiakan.  Salah kaprah! Bencana alam juga tidak bisa alpa.  Semua berjalan seolah-olah kita harus bersiap untuk dihancurkan.  Semua mulut dan hidung ditutup rapat.  Pintu-pintu tak diperbolehkan terbuka.  Semua terpenjara dalam dirinya sendiri.  Raja-raja yang membingungkan, hingga bingung ingin percaya dengan siapa.  Milyaran dana hutang dari kerajaan lain,  tapi pejabat itu dengan bejatnya mengambil hak-hak rakyat kita.  Duh Dik, malu sebenarnya menceritakan semua ini.  Tapi hidup memang tidak pernah ada yang adil.  


Dik,  besok lusa jangan malu pernah lahir sebagai anakku.  Malam-malam panjang bisa terlewati meski tanpa cahaya.  Siang yang terik juga bisa kulangkahi meski tenggorokanku sudah tercekik dahaga.  


Bapakmu dulu juga hanya pemegang mesin ketik dengan bantuan kacamata minus 1,5. Tidak bisa bekerja jika mata itu tak memandang wajah ibumu ini sekali saja.  


Bukan tanpa alasan seorang seperti ibumu ini bisa menjadi penulis dari rentetan buku di perpustakaanmu.  Entahlah,  mungkin buku sudah menjadi benda asing yang usang.  Tapi kamu dihidupkan dari percikan huruf itu dik.  Huruf yang terkumpul itulah, yang menjadi katalis dari kasih sayang semua orang. 



Dengan kasih sayang seluas langit, 

Salam hangat



Shelyana Wulandari

03 Januari 2021


Komentar

Posting Komentar

Tinggalkan jejak di sini yuk!

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu

Manusia Menyebalkan