Luka


Seolah di semua sudut dunia tak ada tempat yang nyaman buat hidup. Tak ada waktu yang tepat untuk bahagia. Semua hanya berjalan sambil melukai diri sendiri. Aku tak pernah bisa membayangkan, ternyata akan menjadi sesakit ini di hari kemudian. Luka-luka yang lama kupendam, sakit yang kubiarkan, ternyata bisa mencekik sehebat ini.

Saat itu, aku hanya mampu mengulurkan kedua lenganku. Aku terseyum getir dalam gigil. Memeluk diri sendiri dan merasakan sakit luar biasa di hati dan kepala. Aku tidak tahu mengapa, tapi sakitnya luar biasa.

Aku terluka, mungkin.
Tapi entah karena apa. Pura-pura bahagia tak pernah melegakan. Terlebih memaksa badan untuk tetap berjalan ke depan. Aku semakin melukai diriku sendiri. Aku hampir gila dengan bayangan yang kubuat sendiri. Aku benar-benar muak dengan diri ini.

Tulisanku hari ini mungkin tak serapih tulisan sebelumnya. Aksaranya tak pernah bisa terlihat runtut karena aku habis menangis sejadi-jadinya. Tapi aku percaya bahwa semua ini tidak akan selamanya. Luka, lupa, dan air mata akan perlahan luruh dari hatiku.

Seperti halnya perulangan waktu. Matahari akan tenggelam juga. Matahari akan terbit lagi esok hari. Pelangi akan hadir setelah air menghujani bumi. Rembulan akan purnama pada waktunya. Laut akan pasang dan surut sesuai jadwal. Semua pasti akan berubah. Begitu pula lukaku ini. Sebentar lagi akan berubah menjadi baik, menjadi bahagia.

Kadang aku tidak mengerti. Mengapa kepalaku dirundung sakit yang sangat hebat? Padahal aku tak pernah memikirkan masalah terlalu berat. Aku selalu saja merasa tertekan, terlebih ketika sendirian. Aku hanya  butuh ditemani saja. Aku hanya butuh orang yang mau mendengar ceritaku. Aku butuh orang yang mau menenangkan aku saat itu. Tetapi sayangnya tak ada yang datang.

Aku sesak mengingat hal-hal menyakitkan yang berputar di kepala. Insomnia adalah hukuman bagi orang yang tak bisa lupa seperti aku. Aku mengingat semuanya. Mengingat dengan detail rasa sakit dan kejadian pahit yang pernah kualami dulu. Entah mengapa tuhan memberikanku kemampuan itu, merasakan hal yang seharusnya tidak perlu kurasakan. Mengingat setiap kejadian yang seharusnya tak perlu diingat.

Kejadian demi kejadian ternyata hanya berakhir tikaman ganas ke dalam hatiku. Kenangannya membawa sel-sel darah kesedihan menyebar ke semua bagian tubuh. Aku benar-benar keracunan kenangan. Benar-benar limpung karena ingatan. Ya Allah, mengapa pikiranku selalu berlebihan?




Nb: Ini tulisanku dulu. Ternyata, sampai sekarang aku masih hidup sehat dan baik-baik saja. Aku sudah makan siomay tadi dan semua nampak bahagia. Ternyata semesta memang suka bercanda. Luka luka luka luka akhirnya berubah menjadi lupa dan tawa. Terimakasih karena sedih sudah menyingkir akhir-akhir ini. Terimakasih karena diberi pikiran serumit ini. Jadi, aku bisa berfikir lebih dalam dari orang kebanyakan. Yah, meskipun sedikit merepotkan, tapi tak mengapa. Semua orang punya warna hidup yang berbeda kan? Begitupun aku. Ehe. 




Pict by Dimas ikhtiar

Komentar

Daftar Bacaan

Kiranya begitulah menjadi orang yang kucintai

Surat Tanpa Alamat

Pertanyaan yang disimpan

alasan-alasan membosankan saat mencintai seseorang

Aku Menunggumu, Tapi Tidak Selamanya

Kalau ada yang lebih indah dari intro payung teduh, mungkin itu kamu

Manusia Menyebalkan