Kesalahan Kedua
Aku fikir akan memerlukan waktu yang lama untuk bertemu. Nyatanya, aku menemukanmu secepat itu. Setelah kejadian maha akbar pada desember kemarin, kukira aku akan sendiri dulu beberapa waktu. Tetapi ternyata takdir itu keliru. Aku tak menyangka kamu hadir disisiku.
Secepat itu semesta mempertemukan kita. Aku bahagia tak terkira. Hingga membayangkan betapa indahnya sesuatu yang ada di depan sana.
Namun, bahagia tak selamanya menetap. Matamu tak seindah saat kita pertama kali saling tatap. Semuanya berubah, juga perasaanmu yang juga ikut goyah.
Begitu banyak janji yang membumbung tinggi antara kita berdua. Tetapi, manusia tetaplah manusia. Kamu lupa dengan janji yang disepakati berdua. Singkatnya, kamu melanggarnya dan pergi begitu saja.
Ternyata kamu dan orang yang sempat menetap di masalalu sama saja. Sama-sama datang membawa tawa dan pergi mengundang tangis. Sama-sama berjanji akan menetap tetapi nyatanya pergi tanpa sebab.
Setiap kali aku melihat tulisanmu yang kamu kirimkan dulu. Aku merasa dibohongi yang kedua kali. Dibunuh dengan kata-kata yang sok peduli. Ada apa dengan semesta? Kenapa mencintai bisa serumit ini?
"Aku tak akan pergi"
katamu dulu. Aku hanya mengiyakan saja. Aku kira kamu benar-benar tulus mengucapnya. Aku kira kamu dengan sadar menulisnya. Ternyata, semua itu sama sekali tak bermakna rupanya. Semua terasa biasa saja disana. Sedangkan, aku disini sudah terlalu percaya. Alhasil, akulah satu-satunya sisi yang paling terluka.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak di sini yuk!